Lepas Senyumu
Setelah sekian lama aku memendam perasaan yang sangat memuakan, hal ini sangat menjijikan bila aku muntahkan, tetapi aku akan lega untuk mendapatkan sebuah senyuman termanis dan terikhlas dari bibirku.
Huuuffff....!! kata itu yang aku hembuskan lewat nafas pelangiku, dengan harapan kedepan akan menjadi lebih baik untuk hati dan hidupku.
Aku lega dan senang, ketika aku bisa menjadi wanita yang memiliki pendirian kuat serta banyak opini yang mengatakan bahwa mereka salut pada kegigihan dan pendirianku. Bukan maksud untuk sombong apalagi menjadi seorang pembangkang dengan adanya persepsi ini, yang jelas aku bersikap seperti itu karena aku tahu apa yang aku butuhkan saat ini, esok dan nanti.
Ketika aku berada dalam posisi yang mengantung hati, nurani ku berkata bahwa aku harus bisa menjalani dan segera mengambil keputusan serta langkah yang tegas untuk menghasilkan suatu senyuman bahagia. Tentu aku akan berusaha dan terus bangkit untuk mendapatkan senyuman termanis itu. Karena aku ingin menjadikan senyuman itu sebagai tanda bahwa aku menang dalam peperangan dingin di balik jeruji yang tajam. Sungguh sangat sulit untuk memenangkan pertempuran tersebut, tapi dengan adanya dorongan dan semangat dari Sang Kuasa, maka aku terus bergerak dan pantang untuk menyerah.
Deskripsi percikan hal di atas: Saat aku dipertemukan dengan seseorang yang sangat baru di dalam kehidupannku, sejak saat itu aku pun menjadi wanita yang lupa ingatan akan “siapa diriku sebenarnya”. Aku tidak tahu apakah orang baru ini akan membuatku lebih baik atau malah membuat ku menjadi lebih buruk? Semua pertanyaan itu selalu aku pantau dan aku terus mencari jawabannya.
Seiring waktu berjalan aku terus mencari jawaban tersebut, tiba-tiba kata cinta terucap dari mulutnya, terkaget aku medengarnya. Secepat itukah dia mengenal diriku? Atau ia hanya ingin mempermainkan perasaan dan kehidupan ku? Sungguh aku tidak ingin berburuk sangka terlebih dahulu.
Dengan rasa keingintahuan yang mendera jiwaku, aku menyanggupi rasa cintanya itu dengan memberikan harapan palsu untuknya. Mencetuskan komitmen yang telah dibuat dan telah disepakati bersama, aku pun menjalani dan terus mengikuti permainan yang ia mulai dari detik ini. Detik pertama dia menunjukan rasa sayang dan cintanya, seolah-olah tulus mencintaiku dan menginginkn ku sebagai kekasih sejatinya. Aarrggghhh, rayuan gombal itu sering membuat ku menjadi tambah pintar menjebloskan orang bodoh kedalam jeruji hati.
Detik berikutnya setelah dua bulan berjalan, namun tetap saja hambar dan tiada rasa cinta yang tulus diberikan kepadaku, yang aku dengar dan aku rasakan hanya kalimat-kalimat manis yang keluar dari mulut serigala. Sungguh itu tidak memberikan rasa percaya untuk ku kalau dia mencintaiku. Oh Tuhan, berikan jawaban itu secepatnya. Mungkin dan aku yakin kalau Tuhan mendengar kata-kata ku, sehingga aku dapat merasakan dan melihat bahwa dia tidak layak dan tidak pantas untuk mencintaiku, karena memang cinta yang diberikan untukku adalah palsu.
Aku menyadari hal ini setelah sikap dan perilaku dia yang sungguh menyebalkan dan terasa arogan. Dia sering memperlakukan aku seolah-olah seperti kerbau yang dicucuk hidungnya lantas ia akan menuruti pecutan dari sang pembajak. Aku merasa dia telah pemperdayakanku seakan dia mengancam ku secara di sengaja, aku selalu harus menuruti dan meng”iya”kan apa yang ia inginkan (bukan dalam konotasi “biru”), apakah hal ini layak dijadikan sebuah alasan untuk suatu pengorbanan cinta? Menurutku ini adalah pembodohan cinta, apabila aku sendiri menuruti kemauannya. Oh please GOD, dia tidak bisa seenaknya memperdayakan aku seperti itu.
Pemberontakannlah yang aku pilih, karena aku merasa bahwa aku masih punya harga diri yang sangat mulia dibandingkan cinta nya yang menurutku itu semua palsu. Sungguh sangat bodohnya aku ini, secepat itu aku mengambil keptusan yang diluar akal sehat ku. Sungguh sangat bodohnya aku, mempercayai dengan gampang orang yang baru aku kenal. Memang ini salahku, dan aku akan tanggung semua resiko tersebut.
Akhirnya, aku pun menyadari bahwa hal ini harus dituntaskan, karena hati, perasaan serta harga diri ini menuntut aku untuk menjadi lebih berani mengungkapkan isi hati walaupun aku tidak menganggap cinta ia pantas dan layak untuk ku. Tuhan selalu ada buatku.
“bicaralah dengan perasaan mu..!!”
“tolaklah logika bodohmu..!!”
Huuuffff....!! kata itu yang aku hembuskan lewat nafas pelangiku, dengan harapan kedepan akan menjadi lebih baik untuk hati dan hidupku.
Aku lega dan senang, ketika aku bisa menjadi wanita yang memiliki pendirian kuat serta banyak opini yang mengatakan bahwa mereka salut pada kegigihan dan pendirianku. Bukan maksud untuk sombong apalagi menjadi seorang pembangkang dengan adanya persepsi ini, yang jelas aku bersikap seperti itu karena aku tahu apa yang aku butuhkan saat ini, esok dan nanti.
Ketika aku berada dalam posisi yang mengantung hati, nurani ku berkata bahwa aku harus bisa menjalani dan segera mengambil keputusan serta langkah yang tegas untuk menghasilkan suatu senyuman bahagia. Tentu aku akan berusaha dan terus bangkit untuk mendapatkan senyuman termanis itu. Karena aku ingin menjadikan senyuman itu sebagai tanda bahwa aku menang dalam peperangan dingin di balik jeruji yang tajam. Sungguh sangat sulit untuk memenangkan pertempuran tersebut, tapi dengan adanya dorongan dan semangat dari Sang Kuasa, maka aku terus bergerak dan pantang untuk menyerah.
Deskripsi percikan hal di atas: Saat aku dipertemukan dengan seseorang yang sangat baru di dalam kehidupannku, sejak saat itu aku pun menjadi wanita yang lupa ingatan akan “siapa diriku sebenarnya”. Aku tidak tahu apakah orang baru ini akan membuatku lebih baik atau malah membuat ku menjadi lebih buruk? Semua pertanyaan itu selalu aku pantau dan aku terus mencari jawabannya.
Seiring waktu berjalan aku terus mencari jawaban tersebut, tiba-tiba kata cinta terucap dari mulutnya, terkaget aku medengarnya. Secepat itukah dia mengenal diriku? Atau ia hanya ingin mempermainkan perasaan dan kehidupan ku? Sungguh aku tidak ingin berburuk sangka terlebih dahulu.
Dengan rasa keingintahuan yang mendera jiwaku, aku menyanggupi rasa cintanya itu dengan memberikan harapan palsu untuknya. Mencetuskan komitmen yang telah dibuat dan telah disepakati bersama, aku pun menjalani dan terus mengikuti permainan yang ia mulai dari detik ini. Detik pertama dia menunjukan rasa sayang dan cintanya, seolah-olah tulus mencintaiku dan menginginkn ku sebagai kekasih sejatinya. Aarrggghhh, rayuan gombal itu sering membuat ku menjadi tambah pintar menjebloskan orang bodoh kedalam jeruji hati.
Detik berikutnya setelah dua bulan berjalan, namun tetap saja hambar dan tiada rasa cinta yang tulus diberikan kepadaku, yang aku dengar dan aku rasakan hanya kalimat-kalimat manis yang keluar dari mulut serigala. Sungguh itu tidak memberikan rasa percaya untuk ku kalau dia mencintaiku. Oh Tuhan, berikan jawaban itu secepatnya. Mungkin dan aku yakin kalau Tuhan mendengar kata-kata ku, sehingga aku dapat merasakan dan melihat bahwa dia tidak layak dan tidak pantas untuk mencintaiku, karena memang cinta yang diberikan untukku adalah palsu.
Aku menyadari hal ini setelah sikap dan perilaku dia yang sungguh menyebalkan dan terasa arogan. Dia sering memperlakukan aku seolah-olah seperti kerbau yang dicucuk hidungnya lantas ia akan menuruti pecutan dari sang pembajak. Aku merasa dia telah pemperdayakanku seakan dia mengancam ku secara di sengaja, aku selalu harus menuruti dan meng”iya”kan apa yang ia inginkan (bukan dalam konotasi “biru”), apakah hal ini layak dijadikan sebuah alasan untuk suatu pengorbanan cinta? Menurutku ini adalah pembodohan cinta, apabila aku sendiri menuruti kemauannya. Oh please GOD, dia tidak bisa seenaknya memperdayakan aku seperti itu.
Pemberontakannlah yang aku pilih, karena aku merasa bahwa aku masih punya harga diri yang sangat mulia dibandingkan cinta nya yang menurutku itu semua palsu. Sungguh sangat bodohnya aku ini, secepat itu aku mengambil keptusan yang diluar akal sehat ku. Sungguh sangat bodohnya aku, mempercayai dengan gampang orang yang baru aku kenal. Memang ini salahku, dan aku akan tanggung semua resiko tersebut.
Akhirnya, aku pun menyadari bahwa hal ini harus dituntaskan, karena hati, perasaan serta harga diri ini menuntut aku untuk menjadi lebih berani mengungkapkan isi hati walaupun aku tidak menganggap cinta ia pantas dan layak untuk ku. Tuhan selalu ada buatku.
“bicaralah dengan perasaan mu..!!”
“tolaklah logika bodohmu..!!”
0 komentar:
Posting Komentar